Bila
kalian bertanya siapa inspirasi terbesarku, sudah pasti itu papaku. Papa Imam
Ujianto-lah yang membuat perubahan besar di hidupku dalam segala aspek. Bila
papaku tidak berani mengambil resiko dan tidak punya tekad untuk perubahan saat
itu, maka bersekolah di SMA Sedes Sapientiae hanya akan menjadi angan-angan
belaka saat ini.
Sangat banyak orang yang meragukan
perjuangan papaku. Tentu sangat banyak. Banyak orang tidak percaya, banyak
orang mencemooh, banyak orang memfitnah. Karena apa? Karena orang hanya melihat
hasil jadinya saja. Bukan prosesnya. Bila kalian membandingkan masa lalu dan
sekarang ini, bisa jadi kalian menjadi salah satu orang-orang tadi. Aku sendiri
tak pernah sekalipun berpikiran seperti itu. Semua naik-turun yang dialaminya
aku pernah ikut bersamanya. Aku tahu persis perjuangannya, dia sangat sering
bercerita padaku, hingga saat ini. Aku pernah berkata padanya: bila sempat, aku
berencana ingin membuat buku tentang dirinya. Berharap ia tak hanya menjadi
inspirasiku saja, tapi juga inspirasi banyak orang.
Semarang,
9 Februari 1972. Lahir seorang anak laki-laki yang dinamai Imam Ujianto dari
pasangan Ambyah dan Sri Ratnaningsih. Siapa sangka, bocah laki-laki itu kelak
menjadi ayahku. Nama panggilannya Anto. Pernikahan orang tuanya yang berbeda
keyakinan, yaitu bapaknya yang beragama Islam dan Ibunya yang beragama Kristen,
membuat kalian sudah bisa menebak relasi keluarga Anto selanjutnya. Dimulai
dari saat ia masih duduk di bangku Taman Kanak-Kanak, Anto kecil memulai
pendidikan pertamanya di TK Persit Saptamarga, Semarang. Saat itu Anto telah
mempunyai 1 kakak laki-laki bernama Ayik Ratnopranoto, selisih 2 tahun. Jadi
bisa dibilang Anto adalah anak kedua. Namun tak tahu mengapa, Ayik dan kedua
orang tuanya harus tinggal di Purwodadi, sementara Anto tinggal bersama nenek
dan kakeknya di Semarang. Sampai akhirnya Anto telah berumur 6 tahun dan ingin
melanjutkan pendidikannya ke bangku Sekolah Dasar. Waktu memasuki SD, Anto
diantar ke sekolah oleh neneknya yang bernama nenek Samsuri. Saat itu kedua
orang tuanya masih bersama anak sulungnya tinggal di Purwodadi. Ketika hendak
mendaftar SD, neneknya bilang, “Tok, umurmu itu belum cukup untuk SD, harus
umur 7 tahun.” Karena saat itu Anto mungkin baru berumur 6,5 tahun. Namun Anto
mengeyel tak mau jika diminta balik TK lagi. Malu katanya. Ternyata
teman-temannya banyak yang kembali ke TK karena belum cukup umur masuk SD, tapi
Anto tetap bersikeras tak mau balik TK lagi, masa TK nunggak? Akhirnya diadakan tes masuk SD.
“Namanya siapa?”
“Imam Ujianto”
“Rumahnya di mana?”
“………jejere mbah Mun”
Lantas
neneknya pun tertawa terpingkal-pingkal. Ternyata yang dimaksud mbah Mun adalah
mbah Saimun. Rumahnya persis sebelah rumah Anto, ia sering main ke tempat mbah
Mun itu. Dia tak tahu alamat rumahnya karena belum pernah diberitahu. Mujurnya
Anto, untung yang nge-tes dia adalah pak Thomas. Pak Thomas itu adalah kepala
sekolah SD tersebut yang merupakan anak mantunya mbah Mun. Pak Thomas juga
tertawa-setengah-kasian mendengar jawaban Anto yang polos itu, dan akhirnya
Anto diterima karena merasa tetangganya sendiri.
Di sekolah Anto dipanggil dengan
nama Imam. Sebenarnya ia malu jika harus dipanggil Imam. Sebab tukang cukur
rambut dekat rumahnya juga bernama Imam. Ia tak mau jika ia disamakan dengan
tukang cukur rambut. Jadi di rumah ia dipanggil Anto, di sekolah ia dipanggil
Imam. Yang menyedihkan, saat ia kelas 3. Teman-temannya sering bertanya, “Mam,
bapakmu ki neng ndi? Kok rak tau ketok.” Anto selalu menjawab “Ndak tau”,
karena ia memang tak tahu. Neneknya bilang bila ada yang bertanya tentang
keberadaan bapaknya, jawab saja bapak lagi bekerja di Pabrik Sukun Kudus.
Akhirnya bila ada temannya yang bertanya kembali tentang keberadaan bapaknya
dia selalu menjawab “di Kudus.” Namun teman-temannya bertanya lagi, “lho kok
nggak pernah pulang?” Mulai saat itu ia mulai berfikir, ‘kok bapakku gak pernah njemput sekolah, kok selalu nenek?’ Pada
suatu saat di hari Jumat pada jam 1 siang, bapaknya menjemputnya sekolah
memakai mobil box Sukun. Ia dibawa ke Kanjengan untuk bermain bersama kakaknya, Ayik. Kanjengan itu
ibaratnya Happy Time atau Timezone kalau sekarang, dan letaknya dekat Pasar
Johar, kalau sekarang sudah jadi pasar. Mereka bermain sampai sore, tapi masih
belum tahu alasan bapaknya tak pernah pulang ke rumah.
Tahun
1982, saat Anto berumur 10 tahun dan menduduki kelas 4, akhirnya seseorang
mengatakan padanya alasan bapaknya tak pernah pulang, “bapakmu nduwe bojo
meneh.” Rupanya bapaknya punya istri lagi. Tapi ternyata masih berhubungan
dengan ibunya, sampai ibunya mengandung anak yang ketiga dan keempat, calon
adik-adik Anto. Anak ketiga yang bernama Ambar dan anak keempat yang bernama
Dian. Sama seperti Anto, saat ditanya teman-temannya tentang keberadaan
bapaknya, mereka mengatakan tidak tahu. Sampai-sampai mbah Tik saudaranya
berkata, “nek ditanya bapake dimana, bilang aja bapake mati.” Tapi ya namanya
anak-anak, pasti gak bisa bohong. Karena ia tahu bapaknya kemarin ke sini dan
tidak mati alias masih hidup, sehingga jika ditanya mereka hanya bilang tidak
tahu. Saat kelas 4 ini, kakaknya Ayik dan ibunya Ratna sudah berkumpul dan
tinggal bersamanya dan adik-adiknya di Semarang. Di sekolah, Anto bisa dibilang
anak yang bodoh. Gak pernah belajar, gak pernah disuruh belajar, di rumah gak
ada yang merhatiin, kakek nenek dan ibu selalu sibuk dengan urusan
masing-masing. Apalagi ibunya kadang di rumah, kadang tidak. Ya yang ngopeni dia itu ya Kakek Samsuri dan Nenek
Samsuri. Ada suatu cerita yang sangat menarik dan tak terlupakan, yaitu saat ia
pernah membakar gunung. Jadi sebenarnya
rencananya itu kakek membelikan perangkap burung untuk menangkap beberapa
burung. Saat itu yang menjaga perangkapnya adalah Ayik. Anto sembari menunggu,
ia jalan-jalan bersama temannya Budi di sekitar situ. Eh tau-tau dia menemukan
korek api, terus mencoba mainan api dan bakar-bakaran. Tau-tau satu gunung itu
habis terbakar, kebetulan ada sebuah rumah di situ, dan rumahnya hampir habis
terbakar. Sampai-sampai karena kejadian itu, orang-orang satu kampung keluar
untuk meredakan api yang berkobar atau sekedar hanya untuk menyaksikan
peristiwa memalukan itu. Langsung sang kakek marah besar dan mencari Anto,
setelahnya Anto dihajar habis-habisan pakai sabuk. Besoknya saat sekolah, Anto digasaki oleh teman-temannya: “kae lho,
gununge dadi gundul”, jika mengingat-ingatnya ia malu sekali rasanya. Gunungnya
berada di krapyak yang sekarang jadi jalan tol.
Saat mau masuk SMP, yang mencarikan
sekolah kakaknya, Ayik. “Tok, mau sekolah dimana? Nilaimu mepet.” Memang saat
SD ia adalah anak yang bodoh, karena tak pernah belajar. Kalo ulangan, ya
selalu nyontek karena tidak bisa mengerjakan soal-soalnya. Yang mengherankan,
ia sadar bahwa dirinya bodoh, tapi kenapa jika ada pembagian kelompok tugas,
Anto selalu disuruh dan ditunjuk Pak Paulus gurunya menjadi ketua tim. Ya
mungkin, Pak Paulus tahu walaupun dia bodoh tapi punya bakat memimpin. Nah saat
ia mendaftar SMP 1, ia tidak diterima karena nilainya yang terlalu mepet.
Akhirnya ia diterima dan masuk ke SMP YPP, yang dulu ada di depan ADA Swalayan
Bulu, kalau sekarang sekolahnya sudah bangkrut. Masa-masa SMP adalah masa-masa
paling sedih, paling bebas, paling teringat. Karena ada salah satu teman SMP
nya yang sekarang yang bernama Oong sekarang masih bekerja dengannya. Jadi saat
SMP Anto sudah mulai nakal, belajar merokok, belajar minum-minuman keras, minum
congyang dan vodka katanya. Tapi ia sekalipun tak pernah menjajakan uang
pemberian kakek neneknya untuk sekedar hura-hura. Justru biasanya sisa uangnya
sering diberikan pada temannya yang bernama Tarto yang dititipkan di rumah mbah
Mun untuk beli buku. Anto sendiri sebenarnya tidak mempunyai uang, untuk
membayar uang sekolah saja ia harus pergi ke Slawi untuk meminta uang pada
bapaknya. Ke Slawi ia naik bis sendirian, menuju kantor bapaknya, meminta uang
dan pulang, setelah itu uangnya ia langsung berikan pada ibunya di rumah dan
digunakan untuk membayar uang sekolah. Pengalaman yang paling lucu saat ia mau
ujian. Syarat mengikuti ujian adalah uang SPP harus lunas. Saat ia pergi
meminta uang pada bapaknya, bapaknya belum bisa memberikan uang padanya.
Akhirnya ibunya menyuruh Anto untuk minta surat pada kepala sekolahnya yang
intinya berisi: pokoknya kalau gak bisa bayar
SPP, Anto dikeluarkan dari sekolah. Ibunya menyuruh begitu dengan alasan
agar bapaknya mau membayar uang SPP secepatnya. Setelah itu suratnya dibuat dan
dibawa Anto pergi ke Slawi naik bis. Diperjalanan menuju Slawi memakan waktu
selama 5 jam, ia berangkat sendirian saja. Uang akhirnya diberikan oleh
bapaknya. Jika ada sisa uang, ia gunakan untuk nonton bioskop sendirian.
Bayangkan, sendirian. Kasian sekali ya. Ia nonton di Siliwangi theatre, filmnya
Shaolin karena ia suka film ber-genre
karate. Akhirnya setelah sampai rumah, uangnya ia berikan pada ibunya. Tapi
ternyata uangnya tidak digunakan untuk membayar SPP oleh ibunya, malah
digunakan untuk membayar utang-utang terlebih dahulu: “sek yo le, dhuwite tak
nggo mbayar utang sek, mbayar sekolahe keri.” Nah akhirnya, Anto ditagih oleh
kepala sekolahnya: “mana Mam, sudah belum dapat uang dari bapakmu? Mana,
sekarang bayar.” “Belum dikasih ibu, bu”. Saat itu juga Bu Supatmi sang kepala
sekolah langsung marah-marah dan menegur Anto. Keesokan harinya saat pelajaran,
tiba-tiba Bu Supatmi masuk ke kelas dan berkata: “Siapa yang belum bayar SPP
nunggak sampai 3 bulan, SEKARANG KELUAR! SAYA SKORS!” bentaknya waktu itu. Anto
yang merasa dirinya belum membayar SPP, berdiri dan berjalan pulang ke rumah.
Tapi tiba-tiba di belakang Anto ada 2 orang yang mengikutinya. Dua orang itu
anak kembar yang bernama Oong dan Iing yang juga ternyata belum membayar SPP.
“Lha kowe ngopo Ong?”, “aku yo rung mbayar”. Jadi hanya orang bertiga tadi yang
belum membayar SPP, sementara yang lainnya sudah. Sementara berjalan pulang,
Anto sebenarnya takut untuk bilang pada orang tua dan merasa kasian juga karena
memang orang tuanya belum mempunyai uang. Akhirnya ia tidak bilang pada orang
tuanya kalau ia di-skors karena belum bayar SPP. Kalau pagi ya pamit berangkat
sekolah, tapi setelahnya ia nongkrong di jembatan Banjir Kanal. Kalau Oong
punya uang sedikit, mereka beli rokok satu bungkus. Tapi walaupun saat SMP Anto
sudah nakal, ia tak pernah menjajakan uang pemberian orang tuanya untuk minum
dan rokok, ia hanya minta teman-temannya sedikit kalau nongkrong bersama. Terkadang
mereka juga dolan ke radio Pasopati
untuk kirim-kirim salam buat teman cewenya yang sedang bersekolah. Padahal yang
dikirimi salam gak tahu jika dapat salam, lha wong masih di sekolah, haduh.
Masa-masa skors ia jalani sampai akhirnya 1 minggu dan ia mulai bilang ke
ibunya: “bu, ini kalo satu minggu ini gak dibayar, saya gak boleh ikut ujian.”
Akhirnya Anto pun berusaha menagih uang pada bapaknya lagi. Suatu saat,
bapaknya tidak ada di kantornya saat Anto berniat meminta uang sekolah. Wah ya
bingung juga, mau nyari dimana karena saat itu belum ada HP. Setelah itu, salah
seorang pegawai di situ menyuruh Anto untuk menunggu dan pada akhirnya
mengantar Anto ke rumah bapak dan istri mudanya. Beuhh, rasanya jueengkel,
marah, dan takut. Tapi yang penting prinsipnya ia harus pulang ke Semarang dan
membawa uang.
Tapi
pernah juga kalau ia tak punya uang untuk transport, ia diajak Oong untuk
berangkat pakai kereta api saja, orang tua Oong yang bekerja di kereta api
membuat Oong dan Iing tidak bayar karcis kereta api. Supaya tidak bayar, Oong
menuruh Anto untuk bilang “SAP” atau “KBD” saat
kondekturnya meminta uang. “Lha artine opo kuwi?”, “wes to kowe manut
wae ngomong SAP”, begitu pinta Oong. Jadi saat kondekturnya sudah mulai narik
karcis, ia sudah mulai berkeringat. Sambil menendang-nendang kaki Anto, Oong
berbisik ‘SAP, SAP’, “SAP pak”, ya
akhirnya kondekturnya tidak jadi meminta karcis karena tahu itu pasti anaknya
orang kereta api. Ada suatu pengalaman kenakalan Anto lagi, pada saat ia naik
bis. Dia hanya diberi sangu uang pas 200 rupiah untuk uang transport
pulang-pergi. Saat itu memang harga naik bis hanya 100 rupiah, jadi tak ada
istilah buat jajan. Nah, dulu itu kan ada bis tingkat, kalau naik bis tingkat
harus beli karcis dulu. Salah satu temannya itu punya tumpukan karcis sisa yang
tidak terpakai karena tidak ditarik. Akhirnya Anto meminta karcis itu pada
temannya. Tapi di karcis tersebut telah tertera tanggal menurut hari-hari
tersebut. Saking kreatif dan nakalnya, Anto mengubah tanggal yang semula
tanggal 25, ditulisi jadi tanggal 26. ‘wah
lumayan ki, ngko iso jajan’ batinnya. Akhirnya ia memilih tempat duduk
paling belakang di atas. Waktu bayar, kondekturnya mulai melihat kejanggalan.
“Iki palsu ya?”
“Palsu piye to pak? Yo asli to ya.”
“Ngapusi kowe! Cah cilik ngeyelan! Wes wani ngapusinan!”
bentak si kondektur sambil ngetak kepala Anto, Tak!
Ya
akhirnya Anto hanya tertunduk malu tidak berani ngeyel lagi. Tapi untungnya
kondekturnya masih baik dan tidak meminta uang padanya. Akhirnya ia
diperbolehkan tidak membayar saat itu.
Yang
aneh, saat SD kan Anto bodoh dan tak pernah dapat ranking, tapi saat SMP ini ia
selalu mendapat ranking 2. Ya karena teman-temannya lebih bodoh sih. Yang
paling mengesankan pada saat tes musik. Rata-rata anak SMP saat itu kalau ada
tes musik bawanya hanya suling dan pianika saja. Hanya Anto satu-satunya yang
membawa gitar sendiri. Dia memang sering bawa gitar ke sekolah, di simpangkan
begitu saja dan membawanya ke sekolah. Pada saat tes musik tersebut, Anto
memainkan lagunya Ahmad Albar yang judulnya ‘Arti Kehidupan’ dengan model
melodi menggunakan gitarnya. Wah, setelah selesai gurunya langsung tepuk
tangan, “hebat kamu!” Karena memang belum ada anak sekelas anak SMP yang sudah
bisa memainkan gitar sepertinya. Dia memang hanya otodidak karena tak ada yang
menyekolahkannya musik apalagi mengajarinya. Makanya bila sekarang ini aku bisa
bermain gitar, bukan karena aku les gitar, tapi berkat papaku yang selalu
mengajariku. Nilai yang Anto peroleh saat itu adalah 9. Hanya ia yang
mendapatkan 9 karena ia paling pantas mendapatkannya. Yang lainnya
paling-paling hanya 6 dan 7. Mengingat itu rasanya senang sekali. Padahal saat
itu gitar sama orangnya hampir sama gedenya, karena badan Anto yang memang
paling kecil se-sekolahan.
Saat
lulus SMP, Anto mendapat nem 37. Pelajarannya 6 buah. Berarti rata-ratanya 6-an
lah. Tapi 6 itu sudah bagus katanya, jarang-jarang orang dapat nilai 8. Paling
bagus saja nemnya 42. Saat itu Ayik, kakaknya yang bersekolah di SMEA
menawarkan Anto bersekolah di SMEA-nya. Tapi karena terkenal dengan sekolah
cewek, Anto tidak mau. Pengalaman saat dirinya SMP, ia selalu dikejar-kejar
seorang perempuan bernama Utami. Sering main ke rumah juga. Sampai-sampai Anto
sendiri jijik dan trauma. Jadi dia lebih memilih sekolah di STM yang
teman-temannya kebanyakan laki-laki. Akhirnya ia mendaftar STM 4 jurusan
pembangunan dan diterima. Saat itu kondisi ekonomi sudah membaik, karena ibunya
mendapat warisan dari keluarga di Kudus. Anto sudah melupakan bapaknya, sudah
tidak pernah lagi pergi ke tempat bapaknya. Ambar dan Dian juga sudah dibiayai
oleh kakek dan neneknya. Kalau sekarang ia sudah mulai PD, jika ditanya
teman-teman STMnya keberadaan bapaknya, ia langsung menjawab: “wes nduwe bojo
neh.” Jadi sudah tidak malu dan tidak minder. Di STM ia mulai serius dan niat
dalam belajar. Kalau mengerjakan tugas menggambar rumah, ia sering tidur jam 3
pagi, jam 4 pagi untuk menyelesaikannya. Jadi pas jam 4 pagi kakeknya bangun,
Anto baru mau tidur. Kalau sekolah ia sudah diberi uang jajan, dan masih
ranking 2. Pernah ia sekali cabut hari Sabtu, karena malas upacara. Ada suatu
pengalaman lain saat upacara, anak laki-laki selalu di periksa rambutnya harus
pendek, tidak boleh gondrong. Karena pada masa itu lagi nge-trend rambut
gondrongnya Iwan Fals, Anto pun suka model rambut gondrong ikal seperti milik
Iwan Fals tersebut. Waktu oprasi, gurunya yang mendapati rambut Anto yang
gondrong menjambak rambut gondrongnya hingga Anto sendiri kesakitan: “INI APA
INI?? HAH? RAMBUT APA INI??” Kapok Lombok karena sakitnya bukan main. Akhirnya
gurunya mengambil gunting dan memotongnya dengan tidak karuan bentuknya.
Saat
STM, ia sudah mulai diajak temannya pergi ke gereja tiap hari Minggu. Dari
perkumpulan di gerejanya itu, ia mulai mengenal seorang perempuan bernama
Elisabet Ardi Minaningsih yang siapa sangka menjadi jodohnya sampai sekarang
ini. Ia mulai mengenal rasa jatuh cinta. Setelah STM lulus, pengennya kuliah
tapi tidak punya uang. Mengingat warisan yang dimiliki ibunya itu, Anto dan
Ayik dibelikan kalung emas oleh ibunya. Kalau Ayik senang-senang saja
memakainya, tapi kalau Anto benar-benar tidak mau memakainya. Tapi bukan karena
ia tak mau memakai bentuk pemberian warisan itu lalu dengan sengaja hanya ingin
meminta dalam bentuk uang, tidak. Ia menukarnya dengan motor Suzuki FR bekas yang
ia beli dari relasinya.
Setelah
itu ia mulai melamar pekerjaan-pekerjaan. Pertama kali ia bekerja di
kontraktor. Kerjanya keras sekali. Waktu itu ia harus mengawasi aspal dari
Weleri sampai Batang. Jadi kalau ada barang datang, Anto harus mengecek
kualitas barang tersebut apakah bagus atau jelek. Suatu saat barang yang dibawa
berkualitas jelek, Anto dan teman-temannya mengatakan bahwa barang itu jelek
dan harus dibawa pulang serta diganti. Tapi tukangnya merasa tidak terima:
“Koyok ngene elek? Tak pacul kowe!!” Saat tukang tersebut marah, teman-teman
Anto pada lari semua. Anto ditinggal sendirian, tangannya dipegangi. “Iki apik
po elek?? Nek ngomong elek, tak pacul kowe!!” bentak tukang tadi. Dia bingung
dan berpikir, daripada dipacul akhirnya ia menyetujui si tukang tersebut: “Yo
wes pak, turunkan. Apik, apik wes pak.” Pengalaman kedua terjadi saat hari
Sabtu, tak mengerti ada masalah apa, tiba-tiba tangan dan tubuh Anto dipengangi
oleh tukang-tukang:
“Kowe rak usah ngumpetke dhuwitku yo kowe!! Bayaran orak mbok bayar malah mbok umpetke dhuwitku ya!!”
“Lho, sek sek sek to. Ono opo?”
“Kowe rak sah sak sek sak sek, kowe ngapusi to!!”
“Yowes to. Patenono aku rakpopo, pacul wae rakpopo aku mati. Tapi nek aku mbok arani nggowo dhuwitmu, DEMI TUHAN aku rak nggowo dhuwitmu. Sing ngomong sopo nek aku nggowo dhuwitmu?”
“Kae si Agus”
Akhirnya
ada yang datang dan menjelaskan kalau bukan Anto yang membawa. Dan tukang-tukang
yang mengancam tadi mulai meminta maaf dan khilaf. Dari kejadian itu Anto mulai
berpikir, ‘duh kerja kaya gini kok keras
banget’. Saat apel saja pacarnya atau mamaku yang sekarang sampai pangling
karena tambah item. Karena kontraknya hanya 1 bulan, akhirnya Anto keluar dari
pekerjaan tersebut. Gaji yang diperoleh saat itu Rp. 75.000,- sebulan.
Setelah
itu ia pindah ke konsultan jadi tukang gambar, karena saat itu teman gerejanya
ada yang menawarkan pekerjaan jadi tukang gambar di perusahaan Grasia. Di
Grasia ia mulai kepikiran, kalau ia tidak sekolah lagi, selamanya ia akan jadi
tukang gambar terus atau pelaksana di lapangan terus. Akhirnya ia memberanikan
diri bilang pada ibunya kalau ia ingin kuliah lagi, tapi ngutang dulu. Akhirnya
diberi uang sebesar Rp. 800.000,- dan kuliah di malam hari disambi kerja juga.
Tapi bayaran kerjanya gak cukup untuk kehidupan sehari-hari dan membeli bensin
untuk ngapel pacar. Dia terkadang juga sering utang kakek 10ribu. Yang sedih,
pada saat malam hari dan ia mulai merasa lapar. Tapi kalau mau beli jajan,
uangnya tidak cukup untuk sebulan. Akhirnya kalau di kantor itu kan ada
katering, kalau ada yang tidak masuk berarti kateringnya sisa satu, terkadang
mbok Rah bagian bersih-bersih di situ sering memanggil dirinya: “nyoh le, kuwi
lho ono turahan, madang sek kono sak durunge kuliah.” Suatu ketika pernah,
lapar dan dan makan tapi nasinya sudah basi. Tapi ya karena sudah terlanjur
masuk, ya akhirnya hanya tutup hidung dan makan nasi basi itu dengan harapan
pokoknya sehat.
Kadang
kenakalan Anto saat kuliah suka main judi dengan harapan menang karena lumayan
buat makan malam. Pernah suatu malam, ia naik kendaraan gak pakai helm. Dari
tempat kuliah sampai kalibanteng diikuti oleh polisi. Sampai kalibanteng itu
polisinya jengkel dan malang kendaraan Anto untuk menilangnya. Tapi Anto tidak
mau berhenti dan ambil ke kanan membelok melarikan diri, namun si polisi tetap
saja mengikuti terus. Akhirnya ia masuk area PENERBAD, karena ia punya kenalan
yang namanya Pak Harto seorang tentara. Waktu itu kan polisi takut sama
tentara, jadi ya dia larinya ke tempat Pak Harto itu. Kebetulan Pak Hartonya
sedang keluar dan ada ibunya Anto. Ibunya memang jadi perawat di rumah Pak
Harto melayani ibunya Pak Harto yang sudah tua. Ya sempat diketak sama
polisinya dan sempat ditilang sama polisinya juga. Tapi karena ada Pak Harto
itu, polisinya jadi sedikit sungkan dan takut. Yang aneh saat keesokan harinya,
ibunya Pak Harto yang dirawat ibunya Anto meninggal. Akhirnya ya jadi rasan-rasan kalau kedatangan Anto malam
itu membawa sial, Anto sendiri malu jika mengingat peristiwa itu.
Saat
kelulusan kuliah, bapaknya datang. Bapak Ibu calon mertuanya juga datang.
Setelah itu ia menikah. Saat setelah menikah, ia mengira
permasalahan-permasalahan hidupnya berakhir. Tapi ternyata malah bertambah.
Karena sebenarnya mereka belum ingin menikah, tapi karena adik Elisabet yang
bernama Umi, mempunyai pacar yang lebih tua dari Anto dan ingin cepat-cepat
menikah, maka kakaknya pun harus lebih duluan menikah. Maka dari itu
pernikahannya dilakukan lebih cepat dari seharusnya. Padahal Anto sendiri sedang
tidak memiliki dana dan uang untuk menikah, ia berhutang dengan kakeknya untuk
biaya menikah. Karena bapaknya sendiri juga tidak ada uang untuk biaya nikah
tersebut. Setelah menikah, Anto sudah bekerja di perusahaan advertising
Spektra. Setiap ia mendapatkan gaji, ia selalu bertengkar dengan istrinya.
Karena setiap bayaran, uangnya tidak diberikan pada sang istri, tapi malah buat
nyaur utang. Saat itu dirinya mengontrak rumah di Pasadena. Terkadang juga,
bayarannya kurang untuk membayar kontrakan itu. Anto juga pernah usaha jual
kertas-kertas bekas. Ia teringat kalau ibu mertuanya punya kardus bekas, ia
diberi kardus-kardus itu lalu menjualnya untuk tambah-tambah penghasilan. Sampai-sampai
jika ia berada di kantor dan semua pegawai telah pulang, ia mengumpulkan
kertas-kertas sisa di sampah yang masih ada dan menggunting bagian yang putih
satu-satu, karena kalau kertasnya ada bekas ketikan atau tulisan, harganya
lebih rendah bila dijual. Kadang ia juga menjual barang-barang yang sudah
rongsok dan mengirimnya ke Kudus untuk dijual.
Suatu
malam, ia melamun. Sambil tiduran di kursi, ia berdoa: ‘Tuhan, kenapa ya kok hidupku seperti ini? Padahal sudah aktif di
gereja, sudah tidak minum-minum dan ngrokok, kenapa?’ Tiba-tiba ia teringat
sebuah buku milik istrinya pemberian bosnya yang berjudul “Kekuatan Bawah
Sadar”. Iseng-iseng ia mulai membacanya. Di sebuah halaman, tertuliskan: Kamu bisa melakukan apa yang kamu inginkan
dengan kekuatan bawah sadarmu. Apapun. Apapun bisa kamu wujudkan dengan
kekuatan bawah sadarmu. Ia jadi teringat, oh, ini jawaban Tuhan dari
doanya. Awalnya ia tak percaya dan penasaran, lalu ia coba praktekan. Setiap
malam, saat tiduran, ia mencoba menghilangkan semua stress dan beban yang ada.
Setelah itu ia hanya bermain khayalan dan imajinasi. Misalnya, kepengen punya
mobil nih, ya sudah, ia hanya membayangkan punya mobil. Saat naik motor pun, ia
membayangkan stang motornya adalah stang mobil dan membayangkan bahwa ia
mengendarai mobil. Hanya membayangkan saja. Dasarnya harus percaya, tidak boleh
putus ditengah. Hal itu ia lakukan terus menerus, sampai akhirnya aku lahir.
Aku masih teringat juga saat aku kanak-kanak, keadaan ekonomi keluargaku masih
biasa-biasa saja, rumah masih mengontrak sana-sini, kendaraan hanya satu yaitu
motor. Tapi kegiatan berimajinasi dari papaku masih ia lakukan. Pada setiap
tahun baru, ia berjanji pada dirinya sendiri bahwa tahun depan harus lebih baik
dari hari ini, harus. Ia harus punya mobil, uang banyak, dan punya rumah. Saat
papa dan mama pindah kontrakan di perumnas Krapyak dekat orang tua mamaku, mama
hamil anak kedua. Yaitu Asti, adikku. Alasan papa mama pindah kontrakan dekat
orang tua mamaku adalah, yang pertama masa kontrakan sebelumnya sudah habis,
yang kedua karena sudah punya 2 anak, mending tinggal dekat rumah kakek nenekku
karena mereka bisa mengawasiku bila orang tuaku harus bekerja. Sebelum Asti
lahir, papa ditugaskan ke Medan selama 1 bulan oleh perusahaan Spektra, saat
pulang katanya aku sampai pangling dan tidak mengenali wajah papaku sendiri. Cuma
terdiam melihat, digendong pun aku menangis. Setelah proyek tugas ke Medan
sukses, papa ditugaskan pergi ke Medan lagi untuk kedua kalinya. Tapi saat yang
bersamaan, tugas proyek itu mendekati tanggal kelahiran Asti. Akhirnya papa
bingung, ia bertanya ke mama apa yang harus dilakukan, mama menjawab tidak usah
pergi ke Medan, nanti saja setelah kelahiran Asti. Akhirnya papa memutuskan
untuk keluar saja, dan berniat berbicara pada direktur Spektra:
“Tok kamu itu kenapa, disuruh pergi ke Medan malah menantang.”
“Lho saya tidak menantang Pak. Saya itu gak bisa berangkat ke Medan. Saya sudah bilang ke Pak Harto Kepala Bagian saya, kalau tidak bisa berangkat dikeluarkan juga tidak apa-apa. Ya konsekwensinya begitu Pak, kalau saya menolak tugas perusahaan otomatis saya membangkang. Tapi saya juga tidak bisa meninggalkan keluarga, anak saya mau lahir, kontrakan saya mau habis, kalau diperbolehkan saya tetap bekerja di sini tapi tidak pergi ke Medan, kalau tidak diperbolehkan, putusan perusahaan saya dikeluarkan, saya siap.”
“Ya sudah kamu bikin surat pengunduran diri.”
Akhirnya
ia membuat surat pengunduran diri dan keluar dari perusahaan. Ia diberi sangu 2
juta dan gaji sebesar Rp. 500.000,-. Semenjak keluar dari perusahaan Spektra,
papa mulai belajar menjual reklame. Salah satu temannya yang punya bengkel
reklame, papa jadi salesnya. Tetapi Kong Kardan (kakekku) atau bapak mertuanya
bingung, sebenarnya papaku itu kerjanya apa. Lha wong anaknya 2 kok malah
keluar kerja. Kok malah gak genah. Orang tua kan jadi takut. Tapi papa tetap
mantap pada pendiriannya. Seandainya uang 2 juta tadi gak cukup buat makan dan
seandainya usahanya gagal, paling tidak mama masih bekerja dan anak-anak masih
bisa makan. Dengan menjual sendiri, ia merasa bisa menentukan harga sendiri,
mengambil keuntungan sendiri. Dari situ ia mulai mempunyai uang. Tiba-tiba ia
mendapat proyek 120 juta. Papa merasa takut karena tidak tau dapat modal
darimana. Akhirnya ia menghubungi teman-temannya, lalu mendapat pinjaman uang
karena kepercayaannya pada papa. Semua itu ia terus jalani, sampai suatu saat
ia mendapatkan keuntungan dan membangun bengkel di saptamarga. Papa membuat
sebuah perusahaan advertising untuk pertama kalinya, dengan nama CV. Visi
Pariwara. Perusahaan yang lahir tanggal 12 Mei 2001 itu lalu berkembang dan
berkembang, papa mulai mendapat karyawan satu demi satu. Setelah itu ekonomi
mulai membaik dan terus membaik. Papa mulai bisa membeli mobil pick-up, setelah
itu ia bisa membeli mobil Xenia, setelah itu papa membeli tanah di perumahan
Graha Taman Bunga BSB yang sampai saat ini jadi rumahku. Namun di saat-saat
karir dan ekonomi papa meningkat, nenek Ratna atau ibunya papa sakit keras.
Jadi sewaktu membangun rumah di BSB itu, nenek tiba-tiba sakit keras. Akhirnya
pembangunan rumahnya ditunda, uangnya dipakai untuk pengobatan nenek. Pokoknya
papa berjanji nenek harus sembuh, berapapun uang yang harus dicari tetap papa
usahakan. Tapi rencana Tuhan lain, akhirnya nenek dipanggil. Papa merasa sangat
sedih, karena nenek tidak bisa merasakan kesuksesannya papa. Dari situ ia lebih
semangat untuk mewujudkan mimipinya. Papa bisa membeli tanah di jalan Walisongo
untuk membangun bengkelnya yang baru. Tapi kalian tau gak kenapa papa bisa
seperti ini? Jawabannya ya karena buku tadi. Kekuatan Bawah Sadar. Dari pengalamannya
pada buku itu, ia selalu berkeinginan membeli buku kemanapun ia pergi ke luar
kota, sampai sekarang. Padahal dulu papa paling malas membaca, tapi semenjak
membaca buku itu ia jadi percaya, oh ternyata semua kemampuan itu kuncinya ada
di batin bawah sadar. Apapun yang kamu minta, semua pasti terwujud. Jadi
sebenarnya siapa to yang membangunkan kita tiap hari? Ya batin bawah sadar
kita. Dan itu papaku sudah praktekan sampai sekarang ini. Semua bertahap. Dari
ia membayangkan mengendarai mobil, sekarang terwujud. Papa juga pernah
membayangkan sebuah bengkel yang dibangun di kebun ketela pada saat ia duduk
pada teras rumah di Saptamarga, dan itu pun terwujud setelah 2 tahun kemudian.
Pernah juga ia membayangkan mempunyai kantor dan bengkel di dekat jalan raya,
akhirnya kantor itu terwujud yang sekarang terletak di jalan raya Walisongo KM
9 no. 90. Pernah lagi ia membayangkan mempunyai kantor di Jakarta, itu juga
terwujud. Perusahaannya jadi punya cabang di Jakarta dan Surabaya hingga
sekarang. Setelah itu ke depan papa ingin punya bisnis lagi, dan sekarang
bisnis lain yang sedang dalam proses yaitu bisnis property, sudah beberapa
rumah ia beli dan dijual kembali untuk bisnis.
Intinya,
semua orang termasuk kita ini jangan pernah berhenti untuk bermimpi. Semua
pasti berawal dari mimpi, lalu berproses. Setidaknya kalau kita punya mimpi,
kita punya tujuan dan target yang jelas, otomatis kita akan fokus pada hal itu
dan memerjuangkannya melalui proses, tak ada proses yang instan kalau mau
sukses, semua harus dijalani bertahap dan perlu kerja keras. Aku pernah
bertanya, sekarang apa saja yang sudah papa punya? Puji Tuhan, katanya sekarang
dia sudah punya 4 mobil, 12 motor, istri cukup 1, punya 10 rumah (aku saja
sebenarnya tidak tau dan tidak pernah liat rumah-rumah papa lainnya) yang
mungkin digunakan untuk bisnis juga walaupun masih utang, karena terkadang
untuk menjadi sukses kita juga perlu utang. Sekarang, papa bercita-cita buat
anak-anak yaitu aku dan Asti suatu saat punya bisnis sendiri, ya terserah mau
nerusin perusahaannya papa atau buka sendiri, tapi yang papa inginkan untuk
kami: jadilah pengusaha, jangan jadi karyawan. Boleh jadi karyawan, tapi hanya
untuk belajar dan merasakan saja. Intinya, jangan pernah berhenti belajar,
sampai sekarang saja papa masih belajar, seperti belajar bisnis property dan
travel. Impian papa ke depan, ia ingin sekali suatu saat ia punya hotel bintang
5. Jadi kalau sudah tua, tinggal ngecek hotel, begitu katanya.
Aku
juga bertanya, berapa jumlah karyawan yang sekarang? Kalau sekarang jumlahnya
sekitar 20 orang dan ia punya subkontraktor yang bertugas membantu
pekerjaannya. Dan karyawan 20 orang itu sangat cukup bagi papa dan
perusahaanya. Pernah ia ingin sekali menjadi walikota Semarang untuk menata
kota Semarang. Tapi kembali lagi pada persetujuan istri, semua keberhasilan
papa juga tak berarti apa-apa tanpa dukungan dan support mama. Karena aku juga
penasaran berapa kekayaan papa sekarang, maka aku pun bertanya demikian.
Iseng-iseng kemarin Desember itu papa menghitung kekayaannya sekarang, bila
semua yang ia punya di-rupiahkan maka totalnya kurang lebih 15M. Siapa saja sih
yang pernah meremehkan papa? Wah, banyak sekali. Ada, salah satu saudara yang
memang sombong dan suka meremehkan orang, dia pernah langsung di depan papa
mengatakan: “Tok, kowe tuku omah ning BSB to?” tanyanya, “nggih tuku tanah
mbah”, “lha kowe ki opo mampu urip ning kono?” Jadi papa di cap kalau dirinya
itu bukan levelnya untuk hidup di lingkungan BSB. Padahal alasan papa memilih
perumahan di BSB juga berpikir ke depannya. Karena pengalaman keluarganya yang
berantakan dan lingkungan masa kecilnya yang rusak, ia tak mau anak-anaknya
juga merasakannya, nah diharapkan tinggal di BSB dengan lingkungan yang lebih
baik, aku dan Asti tumbuh sebagai pribadi yang baik pula. Kepahitan hidupnya
hanya dia yang cukup merasakannya. Cuma papa hanya menanggapinya dengan santai:
“Ya kalau gak kuat hidup di situ, ya tanahnya dijual lagi to mbah.” Cerita lain
lagi ada juga yang yakin bahwa usaha papa tidak akan sukses, ia yakin kalau
papa itu akan gagal dan tidak mampu. Ada banyak juga customer papa yang sering
bertanya: “Pak, kantormu itu jadi satu dengan rumah ya?” Jadi orang itu gak
percaya kalau papa punya kantor sendiri, tahunya hanya kerja di rumah sendiri
tanpa karyawan. Hal seperti itu masih banyak dijumpai sampai sekarang. Banyak
juga yang mengira kalau kantor yang sekarang ditempati itu tahunya hanya
mengontrak saja. Yang paling parah, banyak saudara dan teman-teman papa sendiri
sering mengira papa pakai ilmu hitam alias dukun. Banyak sekali. Masih banyak
saudara yang tidak percaya papa bisa seperti ini karena kerja keras. Contohnya
seorang temannya pernah bertanya langsung pada papa: “Tok, dukunmu ndi to Tok?
Aku opo keliru dukun ya? Dukunku rak iso maraki aku sugih. Kok dukunmu ampuh
men to? Apa aku tak melu dukunmu wae ya?”, ya akhirnya papa cuma menjawab:
“dukunku Tuhan Yesus og.” Ya begitulah orang, hanya melihat enaknya saja, tanpa
lihat prosesnya. Tapi wajar memang bila orang sampai berfikiran seperti itu, karena
dalam jangka waktu yang hanya 12 tahun itu kok sudah punya 4 mobil dan
lain-lain. Padahal kan gak punya modal sama sekali. Kalau orang berpikir logika
dan dihitung secara matematika, itu gak bisa. Tapi papa sendiri juga gaktau
kenapa bisa seperti ini. Kalau di alkitab itu ada: “Ketuklah, maka pintu akan
dibukakan. Mintalah, maka kamu akan diberi. Carilah, maka kamu akan mendapat.”
Itulah doa papa malam itu dan janji Tuhan Yesus benar-benar terwujud sekarang
ini. Pernah juga seorang temannya yang bersaksi di depan gereja berkata:
“Carilah dahulu Kerajaan Allah dan Kebenarannya, maka kamu akan diberikan semua
yang kamu minta.” Bagi papa sendiri, alkitab adalah janji Tuhan yang tidak
pernah diingkari, kalau kamu sungguh-sungguh meminta.
Sekarang Visi Pariwara sudah berdiri selama 13 tahun. Aku hanya bisa berharap dan berdoa
yang terbaik buat papa dan perusahaan yang telah ia bangun dengan perjuangan
yang tak mudah. Semoga Visi Pariwara bisa terus jaya dan selalu berkembang
sampai puluhan tahun, kalau bisa sampai ratusan tahun, menjadi perusahaan yang
amat besar dan sukses selalu.
Comments
Post a Comment